BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Kamis, 09 Agustus 2012







Papaku Tunanganku

          Sepulang kuliah aku bergegas pulang. Dengan rasa harap ada balasan pesan dari Izal. Izal adalah kenalanku di facebook satu tahun silam setelah aku pindah di Padang.
“Tania mau kemana ? buru-buru amat ?”
“Aku cabut dulu Nin. Biasalah anak muda,” jawabku dengan senyum terpaksa.
Dengan langkah kuda ku lewati jalan yang lebarnya hanya setengah meter. Maklumlah rumahku berada di kota yang padat penduduknya.
Lima belas menit berlalu. Cepat cepat ku sambar laptop dan kubuka akun facebook ku.
Hhhuhh. Aku menghela nafas panjang.
          “Tania ada telfon buat kamu,” teriak mama memecahkan lamunanku.
          “Iya ma, bentar.”
          “Halo Tania,” terdengar suara Izal yang begitu manis.
          “Hai Zal tumben telfon aku.”
          “Tumben ? bukannya hampir tiap hari aku telfon kamu ya ?”
          “Oh eh iya. Lupa…,” jawabku.
          “Tan..?”
          “Iya Zal. Ada apa?”
“Maaf ya aku sibuk banget hari ini. Aku gak bisa ketemu kamu”, kata Izal        terdengar begitu menyesal.
“Gak papa kok. Mungkin lain kali,”jawabku dengan nada manis.
Ini bukan kali pertama aku kecewa sama Izal. Sejak tahun kenalan aku memang belum pernah bertemu dengannya. Aku pun gak berani cerita cerita sama mama. Anehnya, meskipun belum pernah bertemu, aku mengaguminya. Fotonya di facebook yang membuat aku menaruh hati pada laki laki yang usianya jauh diatasku.
          Drrrt.. drrrt. Ponsel ku bunyi.
          “ke rumah Vicka sekarang yuk. Ntar gue jemput”
Message dari Fara dengan gaya metropolitannya.
Hampir setengah jam aku duduk di teras menunggu Fara. Klakson mobil yang memekakkan telinga itu pun terdengar.
          “Kenapa muka lo asem banget?”
          “Ini nih….”
          “Izal lagi ? udah deh lupain dia,”sambar Fara.
          “Tapi Far? Aku terlanjur suka sama Izal.”
“Apa sih yang lo suka dari dia ? hubungan lo itu gak jelas,” kata Fara dengan nada tinggi.
Aku berusaha diam dan mengalihkan pembicaraan. Aku gak pernah mikir macam-macam tentang Izal. Yang aku tahu dia itu laki-laki perfect dan perhatian sama aku. Ya sih hubunganku belum jelas, tapi Izal adalah sosok mengagumkan yang selama ini gak pernah mau pergi dari bayanganku.
          “Lo marah Tan ?” tanya Fara memecah kesunyian.
          “Gak kok. Eh ntar siapa aja Far?”
Tanpa menjawab lontaranku Fara menepikan mobil merahnya. Persis didekat café tak jauh dari kampus kami. Tanpa banyak bicara Fara keluar dan menuju pintu café itu. Aku pun mengikuti langkahnya. Mukaku terlihat bingung seperti anak TK yang mengikuti jejak mamanya.
“Muka lo biasa aja kali Tan. Jangan kebingungan kayak gitu,” kali pertama Fara mengajakku bicara selepas keluar dari mobil.
          “Kok disini sih? Katanya ngerjain tugas dari dosen amatiran itu?” jawabku masih kebingungan.
Tak ada jawaban dari siappun yang duduk satu meja denganku.  Aku melihat ponsel. Tak ada satu pun message dari Izal.
Pandanganku pun akirnya terarah pada dua orang yang duduk di pojok café. Entah apa yang aku pikirkan. Aku membayangkan sosok itu adalah aku dan Izal. Sekitar lima belas menit tak kulepaskan pandanganku dari mereka.
          “Tan, Lo liat apaaan sih ?”, kata Vicka sambil mengambil minumanku.
Tanpa banyak basa basi aku mengajak fara pulang. Alasannya simple sih. Kali ini Fara langsung mengiyakan ajakanku.
Aku langsung turun dari  mobil tanpa menyuruh Fara mampir dulu ke rumah.
          “Ma, mama kenapa ?”, tanyaku pada mama yang terlihat menangis.
          “Mama gak papa kok sayang,”sambil tersenyum kecil ke arahku.
Aku tahu wajah mama terlihat penuh kerinduan. Sama siapa lagi kalau bukan sama papa. Papa meninggalkan kami waktu aku berumur lima bulan. Sampai saat ini pun aku belum pernah melihat mama menggandeng laki-laki lain pengganti papa.
Aku bergegas masuk ke kamar. Untuk kali ini wajahku tak terlihat murung seperti mama.
“Tania aku berniat untuk tunangan sama kamu. Untuk kali pertama kita bertemu, aku pengen menjadikanmu orang yang special di hidupku.”
Kubaca message dari Izal dengan rasa haru. Air mataku berlarian keluar bersama kegembiraan yang kurasakan. Aku menceritakan ini semua sama mama. Entah apa yang dipikirkan mama. Dia tampak begitu yakin sama Izal, meskipun belum pernah bertemu. Mama menyuruhku menerima tunangan itu.

Tepat pada hari yang dijanjikan Izal di sebuah restoran mahal, aku dan mama bergegas menuju ke sana. Setengah jam kami duduk manis disana. Izal tak kunjung nampak batang hidungnya.
Aku melihat laki-laki keluar dari mobil sport putih memakai jas dan dasi. Posisi mama membelakangi pintu sehingga tak melihatnya. Aku berharap itu adalah Izal. Dia pun menghampiri kami dengan senyum yang benar-benar manis.
Belum sempat berjabat tangan, aku melihat air mata mama pecah. Izal pun terbelalak melihat mama. Suasana berubah menjadi sunyi. Aku bingung dengan apa yang harus kulakukan.
Mama langsung menggandeng tanganku dan mengajakku pergi. Aku heran, tak ada sedikitpun usaha Izal untuk mengejar kami.
Sesampainya dirumah mama memelukku. Air matanya tak kunjung berhenti. Aku pun ikut menangis seakan tahu perasaan mama. Aku menatapnya dan menghapus air matanya.
          “Sayang maafin mama ya?”, kata mama sambil terus memelukku.
          “Ada pa ma, mama gak setuju aku sama Izal ? gak papa kok mama,” jawabku berharap mama berhenti menangis.
          “Izal itu papamu sayang.”
Mendengar kata itupun aku tak sanggup menjawab. Tubuhku lemas. Mama semakin erat memelukku.Aku tahu perasaan mama sama sakitnya dengan perasaanku. Aku tak menyangka laki laki yang aku kagumi selama ini adalah papaku. Dan untuk pertama kali aku bertemu dengannya, dia adalah calon tunanganku.
Aku berusaha menerima semuanya. Harapanku tentang Izal kini ku kubur dalam-dalam. Ku jalani kehidupan normal ku kembali tanpa Izal, papaku.

0 komentar: